BAB
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia yang
merupakan suatu Negara yang demokratis tentunya mempunyai elemen, seperti
masyarakat. Masyarakat disini sangat berperan dalam pembangunan suatu Negara.
Negara mempunyai hak atas status kewarganegaraan bagi warga negaranya begitu
pula dengan warga negaranya juga mempunyai hak atas status kewarganegaraan
terhadap Negaranya. Seperti apakah hak atas status kewarganegaraan tersebut
yang seharusnya dipertanggungjawabkan oleh masing-masing elemen tersebut. Dalam
makalah ini akan mencoba membahas tentang hak atas status kewarganegaraan yang
dilakukan oleh masing-masing elemen tersebut. Apakan hak atas status
kewarganegaraan terhadap warga negaranya? Dan apa pula hak atas status
kewarganegaraan warga Negara terhadap negaranya?
Negara merupakan
alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan
manusia dalam masyarakat, dan yang paling nampak adalah unsur-unsur dari Negara
yang berupa rakyat, wilayah dan pemerintah. Salah satu unsur Negara adalah
rakyat, rakyat yang tinggal di suatu Negara tersebut merupakan penduduk dari
Negara yang bersangkutan. Warga Negara adalah bagian dari penduduk suatu
Negaranya. Tetapi seperti kita ketahui tidak sedikit pula yang bukan merupakan
warga Negara bisa tinggal di suatu Negara lain yang bukan merupakan Negaranya
sendiri. suatu Negara pasti mempunyai suatu undang-undang atau peraturan yang
mengatur tentang kewarganegaraan. Peraturan tersebut memuat tentang siapa saja
kah yang bisa dianggap sebagai warga Negara. Di Indonesia merupakan salah satu
Negara yang mempunyai peraturan tentang kewarganegaraan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Pangan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI nomor 7 tahun 1996
tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap
individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam
suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan juga
memegang kebijakan penting dan strategis di Indonesia berdasar pada pengaruh
yang dimilikinya secara sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ketahanan pangan
di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan.
Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan rumahtangga
memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman,
serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan
yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk
secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh
dilupakan. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan
pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional, dan tingkat
rumah tangga serta individu yang merupakan suatu rangkaian system hirarkis. Hal
ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan sangat luas dan beragam serta
merupakan permasalahan yang kompleks. Namun demikian dari luas dan beragamnya
konsep ketahanan pangan tersebut intinya bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya
ketersediaan pangan bagi umat manusia. Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih
sebatas konsep. Pada prakteknya, permasalahan ketahanan pangan di
Indonesia masih terus terjadi, masalah ini mencakup empat aspek aspek
pertama ialah aspek produksi dan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan
menghendaki ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan setiap rumah
tangga. Dalam arti setiap penduduk dan rumah tangga mampu untuk mengkonsumsi
pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup. Permasalahan aspek produksi diawali
dengan ketidakcukupan produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan produksi pangan yang relatif lebih
lambat dari pertumbuhan permintaannya. Permasalahan ini akan berpengaruh pada
ketersediaan bahan pangan.
Ketersediaan bahan
pangan bagi penduduk akan semakin terbatas akibat kesenjangan yang terjadi
antara produksi dan permintaan. Selama ini, permasalahan ini dapat diatasi
dengan impor bahan pangan tersebut. Namun, sampai kapan bangsa ini akan
mengimpor bahan pangan dari luar? Karena hal ini tidak akan membuat bangsa ini
berkembang. Sebaliknya akan mengancam stabilitas ketahanan pangan di Indonesia
dan juga mengancam produk dalam negeri. Aspek selanjutnya ialah aspek
distribusi. Permasalahan di dalam permbangunan ketahanan pangan adalah
distribusi pangan dari daerah sentra produksi ke konsumen di suatu wilayah.
Distribusi adalah suatu proses pengangkutan bahan pangan dari suatu tempat ke
tempat lain, biasanya dari produsen ke konsumen. Berikut ini merupakan
ilustrasi yang menggambarkan permasalahan distribusi pangan di Indonesia.
Thailand merupakan negara pengekspor beras terbesar di dunia, sementara
Indonesia merupakan negara pengimport beras. Berdasarkan data, harga produksi
rata-rata gabah atau beras antara Indonesia dan Thailand tidak terlalu berbeda
jauh sekitar 100 USD per ton. Namun harga beras di pasaran antara Thailand dan
Indonesia cukup berbeda jauh. Harga beras di Indonesia sampai awal tahun 2004
berkisar antara Rp. 2.750, 00 – Rp. 3.000, 00. Harga beras di Thailand lebih
lebih murah dibandingkan itu. Hal ini dapat menunjukkan bahwa permasalahan yang
terjadi tidak hanya pada skala produksi, namun juga terdapat pada rantai
distribusi beras tersebut dapat sampai pada konsumen. Berikut ini ada empat
akar permasalahan pada distribusi pangan, yang dihadapi. Pertama, dukungan
infrastruktur, yaitu kurangnya dukungan akses terhadap pembangunan sarana
jalan, jembatan, dan lainnya. Kedua, sarana transportasi, yakni kurangnya
perhatian pemerintah dan masyarakat di dalam pemeliharaan sarana transportasi
kita. Ketiga, sistem transportasi, yakni sistem transportasi negara kita yang
masih kurang efektif dan efisien. Selain itu juga kurangnya koordinasi antara
setiap moda transportasi mengakibatkan bahan pangan yang diangkut sering
terlambat sampai ke tempat tujuan. (4) masalah keamanan dan pungutan liar,
yakni pungutan liar yang dilakukan oleh preman sepanjang jalur transportasi di
Indonesia masih sering terjadi. Aspek lain yang tak kalah penting ialah aspek
konsumsi. Permasalahan dari aspek konsumsi diawali dengan suatu keadaan dimana
masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi terhadap bahan
pangan beras. Berdasarkan data tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap
beras sekitar 134 kg per kapita. Walaupun kita menyadari bahwa beras merupakan
bahan pangan pokok utama masyarakat Indonesia. Keadaan ini dapat mengancam
ketahanan pangan negara kita. Jika kita melihat bahwa produksi beras Indonesia
dari tahun ke tahun yang menurun tidak diimbangi dengan tingkat konsumsi
masyarakat terhadap beras yang terus meningkat. Walaupun selama ini keadaan ini
bisa teratasi dengan mengimport beras. Namun sampai kapan negara ini akan terus
mengimport beras? Pertanyaan ini perlu kita perhatikan. Pola konsumsi
masyarakat terhadap suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh dua faktor,
diantaranya : tingkat pengetahuan masyarakat tersebut terhadap bahan pangan
atau makanan yang dikonsumsi dan pendapatan masyarakat. Tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap bahan pangan juga sangat mempengaruhi pola konsumsi
masyarakat tersebut. Apabila suatu masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai bahan pangan yang sehat, bergizi, dan aman untuk dikonsumsi. Maka
masyarakat tersebut tentunya akan lebih seksama dalam menentukan pola konsumsi
makanan mereka. Selain itu, pendapatan masyarakat sangat berpengaruh di dalam
menentukan pola konsumsi masyarakat. Berdasarkan data dari BPS mengenai
hubungan antara skor pola pangan harapan (PPH) suatu masyarakat dengan tingkat
pengeluaran per kapita per bulan. Terdapat hubungan positif dianta keduanya,
yakni semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita per bulan suatu masyarakat
maka akan semakin tinggi pula pola pangan harapan masyarakat tersebut. Aspek
terkhir ialah aspek kemiskinan. Ketahanan pangan di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh aspek kemiskinan. Kemiskinan menjadi penyebab utamanya
permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan tingkat
pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan kebutuhan
masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga akan mempengaruhi
tidak terpenuhinya status gizi masyarakat. Tidak terpenuhinya status gizi
masyarakat akan berdampak pada tingkat produktivitas masyarakat Indonesia yang
rendah. Status gizi yang rendah juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan
generasi muda suatu bangsa. Oleh karena itu daptlah kita lihat dari tahun ke
tahun kemiskinan yang dikaitkan dengan tingkat perekonomian, daya beli, dan
pendapatan masyarakat yang rendah sangat berpengaruh terhadap stabilitas
ketahanan pangan di Indonesia. Dari berbagai aspek permasalahan di atas,
sebenarnya ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh bangsa kita agar
memiliki ketahanan pangan yang baik. Diantara solusi tersebut ialah
diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan
pengembangan suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar
belakang pengupayaan diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita
yang sangat besar dalam sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam
sumber bahan pangan hayati terutama yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di
Indonesia memiliki karakteristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan
daerah lainnya. Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi
ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni
beras. Selanjutnya ialah mendukung secara nyata kegiatan peningkatan pendapatan
in situ (income generating activity in situ). Peningkatan pendapatan in situ
bertujuan meningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pertanian berbasis
sumber daya lokal. Pengertian dari in situ adalah daerah asalnya. Sehingga
kegiatan peningkatan pendapatan ini dipusatkan pada daerah asal dengan
memanfaatkan sumber daya lokal setempat. Kegiatan ini dapat mengikuti permodelan
klaster dimana dalam penerapannya memerlukan integrasi dari berbagai pihak,
diantaranya melibatkan sejumlah besar kelompok petani di beberapa wilayah
sekaligus. Kegiatan ini juga harus melibatkan integrasi proses hulu-hilir
rantai produksi makanan. Pertumbuhan dari kegiatan hulu-hilir membutuhkan
dukungan dari teknologi. Teknologi dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi. Inilah tugas dari akademisi. Akademisi berperan untuk melahirkan
penelitian yang tidak hanya dapat diterapkan pada skala lab namun juga dapat
diterapkan pada skala industri. Akademisi menjembatani teknologi sehingga dapat
diterapkan pada skala industrialisasi. Hal ini meningkatkan efektifitas dan
efisiensi industrialisasi. Model kelompok industri meliputi serangkaian program,
diantaranya : 1. Pengembangan sumber daya manusia oleh partner industri 2.
Persiapan penanaman modal untuk inisiasi konstruksi dan sistem produksi 3.
Pengembangan brbagai macam produk pangan yang dapat di proses secara komersial
dan dijual ke pasaran 4. Penerapan konsultasi dan pengawasan dalam penanganan
komoditas dan keamanan produk kepada para petani sehingga dapat memenuhi
kualitas standart yang diterapkan oleh industri 5. Pengembangan dan penerapan
operasi prosedur standar dari pabrik 6.
Inisiasi dan memperkuat jaringan dengan perusahaan untuk pemasaran produk
Klaster merupakan kumpulan berbagai kelompok petani, dimana satu kelompok
petani merupakan satu industri kecil yang bekerjasama untuk memproses bahan
tertentu dan mengubahnya menjadi bahan setengah jadi utnuk siap dipasok ke
industri. Teknologi berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga
dapat memiliki nilai tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi
pengembangan teknologi dari skala lab ke skala industri. Penerapan teknologi ke
dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan.
Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat
meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada
puhak industri. Secara tidak langsung melalui kegiatan ini dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka. Stakeholder dalam BUMP (Badan Usaha Milik Petani)
memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Kelompok petani : Pengupayaan konservasi
penanaman tanaman lokal berdasar pada sistem bercocok tanam yang baik (good
agriculture practices), menghasilkan komoditas lokal yang dapat memenuhi
standar kualitas, 2. Pemerintah lokal : Mengkoordinasi fasilitas dan program
inventarisasi untuk rotasi tanaman dan supervisi petani, bekerjasama dengan
pihak akademisi untuk meningkatkan produktivitas, bekerjasama dengan pihak
industri dalam meningkatkan kontribusi petani di dalam program pengembangan
industri, menyediakan alternatif modal untuk pertanian, dan mendukung
pengembangan kooperasi dari KUD (Koperasi Unit Desa). 3. Industri : (a)
mempersiapkan pembentukan dan manajerial dari kelompok industri yang tergabung
dalam empat pilar, yakni kelompok petani, pemerintah lokal, industri, dan
akademisi; (b) mempersiapkan rencana strategis untuk pengembangan masa depan
industri; (c) percepatan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan di dalam
teknologi proses, manajerial sumberdaya manusia, pengaturan tanaman dan
industri, termasuk penanaman kembali modal; (d) membuka pasar dan menjamin
pemasaran produk; (e) memperkuat pertumbuhan kerjasama dengan pihak
industriuntuk pemasaran produk. 4. Akademisi : (a) memfasilitasi pengembangan
dari teknologi penanaman dan produk berbasis lokal yang memiliki potensi pasar;
(b) merekomendasikan pemecahan masalah di dalam pengembangan industri. Dari
keempat elemen ini, tentu saja diperlukan adanya kerjasama dan integrasi yang
baik dari setiap stakeholder sehingga dapat menjalankan program pengembangan
industri sumber daya lokal. Kegiatan peningkatan pendapatan melalui
pengembangan kelompok industri diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkuat
ketahanan pangan dalam waktu jangka panjang, diantaranya : (a) meningkatkan
nilai tambah dari komoditi lokal; (b) menyediakan komoditi lokal yang memiliki
potensi secara komersial; (c) mendorong pengembangan desa melalui kegiatan
peningkatan pendapatan berdasar padapertanian lokal; (d) mendukung ketahanan
pangan dalam jangka panjang; (e) memberikan solusi terhadap permasalahan
pengangguran dan kemiskinan terutama pada masyarakat pedesaan. Melalui diversifikasi
pangan dan kegiatan peningkatan peningkatan pendapatan berbasis sumberdaya
lokal diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan di Indonesia dalam waktu
jangka panjang.
Menghadapi tantangan ketahanan pangan yang saat ini dirasakan oleh Indonesia saat, diperlukan beberapa cara. Mulai dari peningkatan ketahanan pangan baik dalam ketersediaan, stabilitas, aksesabilitas, konsumsi sehingga dapat dilihat kemajuan pertumbuhan ekonomi dan suatu individu dapat memiliki daya saing individu dan bangsa.
Mungkin sulit untuk mengerem laju penduduk yang terjadi di Indonesia dan juga menambah jumlah lahan pertanian yang ada karena berbagai faktor dan konversi besar-besaran yang terjadi. Namun yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti dari kondisi pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia antara lain adalah langkah strategi penerapan dalam menyelesaikan ketahanan pangan pada total luas lahannya, upaya untuk fertilizer/pemupukan dan bibit unggulnya. Luas lahan yang merupakan konversi dari sawah harus diperhatikan masalah tata ruangnya. Sementara itu, pada sistem pemupukannya harus menggunakan bahan organik dan harus diperhatikan formulanya. Selain itu perlu diperhatikan mengenai pengelolaan kualitan serta kuantitas sumber daya manusia dan teknologi untuk kemajuan pengan dan pertanian Indonesia.
Teknologi jadi bagian penting dalam pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan. Teknologi memang hanya tools atau alat tetapi perlu dipikirkan bagaimana kita dapat membantu para petani kita dapat meningkatkan kualitas produk-produk mereka. Teknologi perlu diperhatikan mengingat untuk mengimbangi berkurangnya lahan pertanian. Dengan melihat contoh-contoh Negara lain yang belahan sempit namun teknologinya mampu menolong masalah tersebut dapat memberikan motivasi bagi Indonesia. Kualitas para petani perlu juga perhatian untuk mengolah sumber daya alam yang ada. Para petani tersebut perlu diberikan pengetahuan agar mampu memajukan jumlah komoditi pertanian. Seperti contohnya diberikan pelatihan bagi para petani agar mereka dapat memberi perlindungan lebih aman dan efektif tanaman mereka dari serangan hama, penyakit, dan lainnya.
Cara lainnya bisa dengan mengembalikan lagi atau melestarikan kebisaaan makanan pokok di tiap daerah. Seharusnya masyarakat suatu daerah dibiarkan mengkomsumsi bahan makanan yang bisa dikonsumsi secara turun temurun. Semua itu bisa terlaksana asalkan ada Goodwill dari masyarakat Indonesia ini mulai dari presiden, menteri dan seluruh rakyat untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki. Atau dengan mengganti beras dengan bahan makanan berkomposisi sama atau lebih bergizi seperti sayur-sayuran dan umbi-umbian. Dengan mengembangkan keunggulan komoditi pertanian yang dimiliki oleh daerah, Indonesia tidak perlu ekspor apalagi impor. Jumlah penduduk 240 juta dapat menjadi pasar yang luar bisaa bagi Indonesia. Mungkin ekspor bisa menjadi tujuan pada akhirnya, tetapi memenuhi kebutuhan dalam negeri lebih utama yaitu dengan memanfaatkan keunggulan komoditi masing-masing daerah. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan Jagung, Jawa dapat membelinya ke Sulawesi atau Nusa Tenggara. Untuk memenuhi kebutuhan bawang maka Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan lain-lain dapat membeli ke Jawa. Jadi harus ada kekhususan komoditi pertanian suatu daerah sebagai komoditi pertanian unggulan.
Semua upaya untuk menangani permasalahan ketahanan pangan ini harus melibatkan semua pihak. Hal ini dimaksudkan agar seluruh rencana penanganan ini dapat terlaksana dengan baik sehingga tidak ada lagi masalah pangan.
BAB III
PENUTUP
Daftar
Pustaka
3. Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan
Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta: LPFEUI dengan Bima Grafika
4. Jhingan, M L. 2002. Ekonomika Pembangunan
dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali Pers
6. http://seafast.ipb.ac.id/publication/presentation/tantangan-ketahanan-pangan-indonesia-17Feb2011.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar