WAWASAN NUSANTARA
KEANEKARAGAMAN BANGSA INDONESIA DAN POTENSI
KONFLIK
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sedangkan perbedaan horisontal diterima sebagai
warisan, yang diketahui kemudian bukan faktor utama dalam insiden kerusuhan
sosial yang melibatkan antarsuku. Suku tertentu bukan dilahirkan untuk memusuhi
suku lainnya. Bahkan tidak pernah terungkap dalam doktrin ajaran mana pun di
Indonesia yang secara absolut menanamkan permusuhan etnik.
Sementara itu, dari perbedaan-perbedaan vertikal,
terdapat beberapa hal yang berpotensi sebagai sumber konflik, antara lain
perebutan sumberdaya, alat-alat produksi dan akses ekonomi lainnya. Selain itu juga
benturan-benturan kepentingan kekuasaan, politik dan ideologi, serta perluasan
batas-batas identitas sosial budaya dari sekelompok etnik. Untuk menghindari
diperlukan adanya konsolidasi antar masyarakat yang mengalami perbedaan. Tetapi
tidak semua bisa teratasi hanya dengan hal tersebut. Untuk menuju integritas
nasional yaitu keseimbangan antar suku bangsa diperlukan toleransi antar
masyarakat yang berbeda asal-usul kedaerahan. Selain itu faktor sejarah lah
yang mempersatukan ratusan suku bangsa ini. Mereka merasa mempunyai nasib dan
kenyataan yang sama di masa lalu. Kita mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Yaitu walaupun memiliki banyak perbedaan,tetapi memiliki tujuan hidup yang
sama. Selain itu,pancasila sebagai idiologi yang menjadi poros dan tujuan
bersama untuk menuju integrasi,kedaulatan dan kemakmuran bersama.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Wawasan Nusantara
Cara pandang bangsa Indonesia
tentang diri dan lingkungannya yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta
sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiawai kehidupan bangsa dalam
mencapai tujuan atau cita-cita nasional.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Wawasan Nusantara
1. Wilayah.
2. Geopolitik dan Geostrategi.
3. Perkembangan wilayah Indonesia dan dasar
hukumnya.
KEANEKARAGAMAN BANGSA INDONESIA DAN POTENSI
KONFLIK
Terjadi dua kali kerusuhan berskala besar antara
suku Dayak dan Madura, yaitu peristiwa sampit (2001), dan Senggau Ledo (1996).
Kedua kerusuhan ini merembet ke hampir semua wilayah Kalimantan
dan berakhir dengan pengusiran dan pengungsian ribuan warga Madura, dengan
jumlah korban hingga mencapai 500-an orang. Perang antar suku ini menjadi
masalah sosial yang me-nasional.
1. Perbedaan antara dayak-madura
Perbedaan budaya jelas menjadi alasan mendasar
ketika perang antar suku terjadi. Masalahnya sangat sederhana, tetapi ketika
sudah berkaitan dengan kebudayaan, maka hal tersebut juga berkaitan dengan
kebiasaan.
Misalanya permasalahan senjata tajam. Bagi suku
dayak, senjata tajam sangat dilarang keras dibawa ketempat umum. Orang yang
membawa senjata tajam kerumah orang lain, walaupun bermaksud bertamu, dianggap
sebagai ancaman atau ajakan berduel. Lain halnya dengan budaya suku madura yang
biasa menyelipkan senjata tajam kemana-mana dan dianggap biasa ditanah
kelahirannya.
Bagi suku dayak, senjata tajam bukan untuk
menciderai orang. Bila hal ini terjadi, pelakunya harus dikenai hukuman adat
pati nyawa (bila korban cidera) dan hukum adat pemampul darah (bila korban
tewas). Namun, bila dilakukan berulang kali, masalahnya berubah menjadi masalah
adat karena dianggap sebagai pelecehan terhadap adat sehingga simbol adat
“mangkok merah” (Dayak Kenayan) atau “Bungai jarau” (Dayak Iban) akan segera
berlaku. Dan itulah yang terjadi dicerita perang antar suku Dayak-Madura.
2. Perilaku yang tidak
menyenangkan
Bagi suku Dayak, mencuri barang orang lain dalam
jumlah besar adalah tabu karena menurut mereka barang dan pemiliknya telah
menyatu; ibarat jiwa dan badan. Bila dilanggar, pemilik barang akan sakit.
Bahkan, bisa meninggal. Sementara orang madura sering kali terlibat pencurian
dengan korbannya dari suku dayak. Pencurian yang dilakukan inilah yang menjadi
pemicu pecahnya perang antara suku dayak dan madura.
3. Pinjam meminjam tanah
Adat suku dayak membolehkan pinjam meminjam tanah
tanpa pamrih. Hanya dengan kepercayaan lisan, orang madura diperbolehkan
menggarap tanah orang dayak. Namun, persoalan timbul saat tanah tersebut
diminta kembali. Seringkali orang madura menolak mengembalikan tanah pinjaman
tersebut dengan alasan merekalah yang telah menggarap selama ini.
Dalam hukum adat Dayak, hal ini disebut balang
semaya (ingkar janji) yang harus dibalas dengan kekerasan. Perang antar suku
Dayak dan Madura pun tidak dapat dihindarkan lagi.
4. Ikrar perdamaian yang
dilanggar
Dalam tradisi masyarakat Dayak, ikrar perdamaian
harus bersifat abadi. Pelanggaran akan dianggap sebagai pelecehan adat
sekaligus pernyataan permusuhan. sementara orang Madura telah beberapa kali
melanggar ikrar perdamaian. Dan lagi-lagi hal tersebutlah yang memicu perang
antar suku tersebut.
Karakteristik budaya
Budaya memiliki sifat universal, artinya terdapat
sifat-sifat umum yang melekat pada setiap budaya, kapan pun dan dimanapun
budaya itu berada. Adapun sifat itu adalah
a. kebudayaan adalah milik bersama.
b. kebudayaan merupakan hasil belajar.
c. kebudayaan didasarkan pada lambang.
d. kebudayaan terintegrasi.
e. kebudayaan dapat disesuaikan.
f. kebudayaan selalu berubah.
g. kebudayaan bersifat nisbi (relatif).
Penyebab konflik social
Konflik dilator belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Secara
umum faktor penyebab konflik meliputi :
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan
perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya,
setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan
lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang
nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola
pemikiran dan pendirian kelompoknya.
Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaanyang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Di sini jelas terlihat ada perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan
ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi
jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut
dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang
mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial
sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak
pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi
nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formalperusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Dari penjelasan diatas, konflik pada masyarakat majemuk Indonesia
ditemukan sifat yang sangat tajam, karena di samping berbeda secara horisontal,
kelompok-kelompok itu juga berbeda secara vertikal, menunjukkan adanya
polarisasi. Artinya bahwa disamping terdiferensiasi secara kelompok etnik agama
dan ras juga ada ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan sarana produksi dan
kekayaan. Ada
ras, etnik, atau penganut agama tertentu yang akses dan kontrolnya pada sumber-sumber
daya ekonomi lebih besar, sementara kelompok yang lainnya sangat kurang.
Kemudian juga, akses dan kontrol pada sektor politik yang bisa dijadikan
instrumen untuk pemilikan dan penguasaan sumber-sumber daya ekonomi, juga tidak
menunjukkan adanya kesamaan bagi semua kelompok.
Penghentian Konflik
Penghentian konflik dilakukan melalui:
a. penghentian kekerasan fisik; dilakukan dibawah koordinasi
dari POLRI. POLRI dalam menghentikan kekerasan fisik melibatkan tokoh
masyarakat, tokoh agama, dan/atau tokoh adat.
b. penetapan Status Keadaan Konflik; Status Keadaan Konflik
ditetapkan apabila konflik tidak dapat dihentikan oleh POLRI dan tidak berjalan
fungsi Pemerintahan.
c. tindakan darurat penyelamatan dan perlindungan korban,
d. bantuan pengerahan sumber daya TNI.
BAB III
Penutup
Menurut pendapat saya di dalam konflik ini tidak ada yang dapat
disalahkan, walaupun cenderung madura lah yang salah. Pada intinya didalam
konflik ini hanya tidak ada jiwa pancasilanya. Karena konflik ini tidak akan
bisa besar kalau seandainya ada jiwa pancasila sesuai dengan sila-sila dinegara
ini. Dilihat dari kerasnya watak-watak suku dayak dan madura dan tidak ada jiwa
kemanusiaannya.
Perbedaan adat istiadat di suatu daerah sangat berbeda-beda
harusnya sebagai perantau dapat beradaptasi sesuai dengan adat disekitarnya,
dan bisa bisa bersosialisasi dengan suku didaerah tersebut
Daftar pustaka